Sunday, August 10, 2014

Pembagian (Penggolongan) dan Definisi (BAB III)

1.Pembagian (penggolongan)

Pembagian (penggolongan) ialah sesuatu kegiatan akal budi yang tertentu. Dalam kegiatan itu akal budi menguraikan “membagi”, “menggolongkan”, dan menyusun pengertian-pengertian dan barang-barang tertentu. Penguraian dan penyusunan itu diadakan menurut kesamaan dan perbedaannya.

1.1   Ada bermacam-macam cara untuk mengadakan pembagian (penggolongan), yaitu :

1.       Pembagian (penggolongan) itu harus lengkap. Artinya, kalau kita membagi-bagikan suatu hal, maka bagian-bagian yang diperincikan harus mencakup semua bagiannya.

2.       Pembagian (penggolongan) itu harus sungguh-sungguh memisahkan. Artinya, bagian yang satu tidak boleh memuat bagian yang lain.

3.       Pembagian (penggolongan) itu hartus menggunakan dasar, prinsip yang sama. Artinya, dalam satu pembagian (penggolongan) yang sama tidak boleh digunakan dua atau lebih dari dua dasar prinsip sekaligus.

4.       Pembagian (penggolongan) itu harus sesuai dengan tujuan yang mau dicapai.

1.2   Ada beberapa kesulitan yang dapat timbul, yaitu :

1.       Apa yang benar untuk keseluruhan, juga benar untuk bagian-bagiannya. Tetapi apa yang benar untuk bagian-bagian, belum pasti juga benar untuk keseluruhannya.

2.       Adanya keraguan-raguan tentang apa atau siapa yang sebenarnya masuk kedalam kelompok tertentu.

3.       Karena tidak berpikir panjang, orang cenderung mengambil jalan pintas. Jalan pintas itu sering kali berbentuk : menggolongkan barang, benda, dan orang hanya atas dua golongan saja. Artinya, orang mengadakan penggolongan yang hitam putih saja.

2. Definisi

Kata “definisi” berasal dari kata “definitio” (bahasa Latin), yang berarti “pembatasan”. Definisi berarti suatu susunan kata yang tepat, jelas, dan singkat untuk menentukan batas pengertian tertentu.

2.1 Ada dua macam definisi. Yang pertama disebut definisi nominal. Definisi ini merupakan suatu cara untuk menjelaskan sesuatu dengan menguraikan arti katanya.

2.2 Definisi ini dapat dinyatakan dengan beberapa cara, yaitu :

1.       Dengan menguraikan asal-usul (etimologi) kata atau istilah yang tertentu. Kata “filsafat”, akhir-akhirnya berasal dari kata Yunani. Dalam bahasa Yunani kata tersebut merupakan kata majemuk. Sebagai kata majemuk terdiri atas kata “philein” (mencintai)  atau “philos” (pencinta) dan kata “Sophia” (kebijaksanaan). Atas dasar kata “filsafat” lalu berarti “mencintai” (pencinta) kebijaksanaan”.

2.       Menurut asal-usul, kata “lokomotif”, misalnya, berarti sesuatu yang dapat bergerak dari tempat yang satu ketempat yang lain. Padahal dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W. Y. S. Poerwadarminta) kata itu berarti : induk atau kepala kereta api (mesin penarik kereta api).

3.       Definisi ini juga dapat dinyatakan dengan menggunakan sinonim.

2.3 Definisi yang lain itu disebut definisi real. Definisi ini selalu majemuk. Artinya, definisi itu terdiri atas dua bagian. Bagian yang pertama menyatakan unsur yang menyerupakan hal (benda), dan bagian yang kedua menyatakan unsur yang membedakan dari sesuatu yang lainnya.

2.4 Definisi real ini dapat dibedakan menjadi, yaitu :

1.       Definisi hakiki (esensial). Definisi ini sungguh-sungguh menyatakan hakekat sesuatu. Hakekat sesuatu adalah suatu pengertian yang abstrak, yang hanya mengandung unsur-unsur pokok yang sungguh-sungguh perlu untuk memahami suatu golongan (species) yang lain, sehingga sifat-sifat golongan (spesies) tersebut tidak termasuk ke dalam hakekat sesuatu itu.

2.       Definisi gambaran (lukisan). Definisi ini menggunakan cirri-ciri khas sesuatu yang akan didefinisikan. Ciri-ciri khas adalah ciri-ciri yang selalu dan tetap terdapat pada setiap benda tertentu.

3.       Definisi yang menunjukkan maksud tujuan sesuatu. Definisi ini umumnya dipakai untuk alat-alat teknik dan dapat mendekati definisi hakiki.

4.       Sering kali definisi diadakan hanya dengan menunjukkan sebab-musabab sesuatu. Misalnya, gerhana bulan terjadi karena bumi berada diantara bulan dan matahari.

2.5 Ada beberapa peraturan yang perlu ditepati untuk suatu definisi. Aturan-aturan itu ialah :

1.       Definisi harus dapat dibolak-balikkan dengan hal yang didefinisikan. Artinya, luas keduanya haruslah sama.

2.       Definisi tidak boleh negatif, kalau dapat dirumusklan secara positif.

3.       Apa yang didefinisikan tidak boleh masuk ke dalam definisi. Kalau hal itu terjadi, kita jatuh dalam bahaya yang disebut “circulus in definiendo”. Artinya, sesudah berputar-putar beberapa lamanya, akhirnya kita dibawa kembali ke titik pangkal oleh definisi itu.

Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur, kiasan atau mendua arti. Kalau hal itu terjadi, definisi itu tidak mencapai tujuannya.

Sumber : Lanur, Alex. (1983). Logika selayang pandang. Yogyakarta: Kanisius.

1 comment: