Sunday, August 31, 2014

Sillogisme Hipotesis (BAB VIII)


1. Di atas sudah dijelaskan sebentar mengenai apa yang disebut sillogisme hipotetis. Dalam bagian ini sillogisme tersebut mau diuraikan sedikit lebih lanjut.                                    Sillogisme hipotesis terdiri atas sillogisme (hipotetis) kondisional, sillogisme (hipotetis) disyungtif dan sillogisme (hipotetis) konyungtif.
1.1 Sillogisme (hipotetis) kondisional
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan kondisional. Keputusan kondisional itu terdiri atas dua bagian, yaitu : jika. . ., maka. . . Bagian yang satu dinyatakan benar, kalau syarat yang dinyatakan dalam bagian yang lainnya terpenuhi.                         Bagian keputusan kondisional yang mengandung syarat disebut antecedens. Dan bagian keputusan yang mengandung apa yang disyaratkan disebut consequens. Sebutan itu tidak berubah, meskipun urutan keduanya diubah.                                                                           Yang merupakan inti keputusan kondisional ialah hubungan antara antecedens dan consequensnya. Karena itu, keputusan kondisional benar, kalau hubungan bersyarat yang dinyatakan didalamnya benar. Keputusan itu salah, kalau hubungan itu tidak benar.
1.1    Selanjutnya di sini disajikan hukum-hukum sillogisme (hipotetis) kondisional itu. Bunyinya :     
1.      Kalau antecedensya benar (dan hubungannya lurus), maka consequence (kesimpulan)nya juga benar.
2.      Kalau consequens (kesimpulan)nya salah (dan hubungannya lurus), maka antecedensenya juga salah.
Artinya, premis major suatu sillogisme kondisional merupakan suatu keputusan kondisional yang benar. Premis major itu, misalnya berbunyi ‘Jika hujan, aku tidak pergi’. Antecedensnya adalah ‘jika hujan’, consequensnya adalah’aku tidak pergi’.
Jika antecedensnya disebut A, dan consequensnya B, akan terjadilah yang berikut ini.
·         Jika A benar (artinya: benar hujan), B juga benar (artinya: aku tidak pergi)
·         Jika B salah (artinya: aku tidak pergi), A juga salah (artinya: tidak hujan)
·         Jika A salah (artinya: tidak hujan), B dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti aku pergi)
·         Jika B benar (artinya: aku tidak pergi), A dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti hujan)
2.Sillogisme (hipotetis) disyungtif
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya terdiri dari keputusan disyungtif. Premis minor mangakui atau memungkiri salah satu kemungkinan yang sudah disebut dalam premis major. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.                                                       Sillogisme (hipotetis) disyungtif dibedakan menjadi                                                             Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti yang sempit dan                                    Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti yang luas.
2.1 Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti yang sempit.
Sillogisme ini hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang. Keduanya tidak dapat sama-sama benar. Dari dua kemungkinan itu hanya satulah yang dapat benar. Tidak ada kemungkinan yang ketiga. (baiklah kalau diingat kembali apa yang sudah di katakana tentang perlawanan kontradiktoris. Ingatan kembali dapat membantu memahami hal ini dengan lebih baik).                                                                                                                Misalnya  :  Ia masuk atau tidak masuk (= tinggal diluar).                                                                                     Ia masuk.                                                                                                                                    Jadi, ia tidak tidak masuk (= tidak tinggal diluar)
2.2 Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti yang luas.
Dalam sillogisme ini terdapat dua kemungkinan yang harus dipilih. Tetapi kedua kemungkinan ini dapat sama-sama benar juga. Jika kemungkinan yang satu benar, kemungkinan yang lain mungkin benar juga. Kedua kemungkinan itu bisa dikombinasikan. Kombinasi ini menunjukkan adanya kemungkinan yang ketiga. Karena itu sillogisme ini praktis tidak bisa dipakai untuk membuktikan sesuatu.
Misalnya : Dialah yang pergi atau saya (premis major disyungtif dalam arti yang luas). Dia Pergi. Jadi, (tidak dapat disimpulkan bahwa “saya tidak pergi”).
Contoh ini menunjukkan adanya kemungkinan yang ketiga. Kemungkinan itu ialah : dia dan saya pergi bersama-sama.
2.3 Sillogisme (disyungtif) dalam arti sempit Nampak dalam dua corak.
·         Corak yang satu ialah : mengakui satu bagian disyungsi dalam premis minor. Bagian yang lainnya dimungkiri dalam kesimpulan. Corak ini disebut “modus ponendo tollens”.
Misalnya : Mobil kita diam atau tidak diam (bergerak).                                                                                           Karena diam, jadi tidak bergerak (tidak diam).
·         Corak yang lain ialah : memungkiri satu bagian disyungsi dalam premis minor. Dalam kesimpulan bagian lainnya diakui. Corak ini disebut “modus tollendo ponens”.
Misalnya : Mobil kita diam atau tidak diam (bergerak).                                                                         Karena tidak bergerak, jadi diam.

3.Sillogisme (hipotetis) konyungtif
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis meyornya berupa keputusan konyungtif. Keputusan konyungtif adalah keputusan dimana penyesuaian beberapa predikat untuk satu subjek disangkal. Supaya keputusan itu sungguh konyungtif dituntut supaya antara predikat ada perlawanan. Misalnya : “Budi tidak mungkin sekaligus bergerak dan beristirahat”.
Sillogisme ini bisa nampak dalam dua kemungkinan.
1.      Kemungkinan yang pertama disebut afirmatif-negatif.                                            Artinya, premis minor afirmatif dan kesimpulannya negatif.
Misalnya : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.                                                                    Kartu itu putih.
                  Jadi, kartu itu hitam.
2.      Kemungkinan yang kedua disebut negatif-afirmatif.
Artinya, premis minor negatif dan kesimpulannya afirmatif.
Misalnya : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
                  Kartu itu tidak putih.
                  Jadi, kartu itu hitam.
Ada hukum yang mengatur sillogisme (hipotetis) konyungtif ini. Hukum itu berdasarkan atas hukum perlawanan kontraris (A - E): Jika yang satu benar (artinya: dapat benar, tetapi juga dapat salah). Dan masih ada kemungkinan yang ketiga, yakni kedua-duanya sama-sama salah. Karena itu, kalau yang satu (premis minor sillogisme hipotetis konyungtif) salah, maka yang lainnya tidak pasti benar (dapat benar, tetapi juga dapat salah).                                               Dan kalau yang satu (premis minor sillogisme hipotetis konyungtif) salah, maka yang lainnya tidak tidak pasti benar (dapat benar, tetapi juga dapat salah).                                         Karena itu kemungkinan yang pertama (afirmatif-negatif) membuahkan kesimpulan yang tepat, benar. Sedangkan kemungkinan yang kedua (negative-afirmatif) tidak menghasilkan kesimpulan yang tepat, benar. Namun kalau kedua keputusan (hipotetis) konyungtif merupakan perlawanan kontradiktoris, maka semua kemungkinan menghasilkan kesimpulan yang tepat, benar.                                                                                                                                      Misalnya : Mobil kita tidak mungkin sekaligus bergerak dan diam.                                                     Mobil kita tidak diam.                                                                                                                                    Jadi, mobil kita bergerak.
4.Dilemma
4.1 Dilemma dalam arti yang sempit merupakan suatu pembuktian. Dalam pembuktian itu ditarik kesimpulan yang sama dari dua atau lebih dari dua keputusan disyungtif. Di dalamnya dibuktikan bahwa dari setiap kemungkinan niscaya ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki. Dengan demikian ‘lawan’ dipojikkan. Pemojokan itu terjadi  dengan menghadapkannya pada suatu alternative. Tetapi setiap alternative menjurus kepada kesimpulan yang sama.
4.2 Ada persamaan antara dilemma dalam arti yang sempit dan silogisme (hipotetis) disyungtif. Baik sillogisme (hipotetis) disyungtif maupun dilemma mulai dengan keputusan disyungtif. Namun keduanya juga berberda satu sama lain. Prosedur dilemma berbeda dari prosedur sillogisme (hipotetis) disyungtif. Premis minor dilemma menunjukkan bahwa bagian mana pun yang dipilih oleh ‘lawan’, ‘lawan’ itu tetap salah. Padahal dalam sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit hanya ada satu kemungkinan saja yang benar. Tidak dapat kedua-duanya benar. Pilihan menentukan mana bagian yang benar, mana bagian yang tidak benar.         Dalam arti yang luas, dilemma berarti setiap situasi dimana kita harus memilih dari antara dua kemungkinan. Kedua kemungkinan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak. Konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak ini menyebabkan pilihan menjadi sukar.
4.3 Dan untuk dilemma dalam arti sempit terdapat hokum-hukum yang perlu diperhatikan baik-baik. Hukum-hukum itu adalah :
1.      Keputusan disyungtif haruslah lengkap atau utuh. Artinya, semua kemungkinan harus disebut. Tiap-tiap bagian harus sungguh selesai, habis atau tuntas, sehingga tidak ada kemungkinan yang lain lagi.
2.      Konsekuensinya haruslah lurus. Artinya, haruslah disimpulkan secara lurus dari tiap-tiap bagian.
3.      Kesimpulan yang lain tidak mungkin. Artinya, kesimpulan tersebut merupakan satu-satunya kesimpulan yang mungkin ditarik.

No comments:

Post a Comment